“Jakarta Itu Kota Keras, Tut…”
Jakarta
merupakan Ibu Kota negara Indonesia. Jakarta yang biasa dijuluki kota
metropolitan ini, merupakan kota yang berada di peringkat satu untuk urusan
urbanisasi. Setiap tahunnya selalu meningkat jumlah urbanisasi. Perantau dari
berbagai kota berbondong-bondong datang ke Jakarta untuk sekedar mencoba peruntungan dalam mengadu nasib.
Salah satunya adalah Astuti. Wanita
berusia 35tahun asal Tegal – Jawa Tengah ini, mencoba peruntungannya
dalam mengadu nasib di Jakarta.
Astuti,
wanita yang akrab di sapa Tuti ini, saat ini berprofesi sebagai Pembantu Rumah
Tangga di salah satu rumah, di bilangan Jakarta barat. Menjadi pembantu rumah
tangga merupakan pilihan terakhirnya, dari sekian pekerjaan dan usaha yang Ia
jalankan, namun tidak berjalan semulus apa yang diharapkan. “ kalau enggak jadi
pembantu, mau kerja jadi apalagi toh dijakarta bermodal ijasah SD doang,” –
Ujar Tuti dengan logat Jawa Tegal yang masih melekat.
Kedatangan
Tuti ke Jakarta pertama kali adalah usulan Ari salah satu saudara yang bekerja sebagai tukang sampah di
daerah komplek perumahan dimana sekarang tuti bekerja. Dengan tujuan awal untuk
membantu usaha warung tegal milik
keluarga dan bekerja sambilan sebagai buruh pabrik untuk membantu perekonomian
keluarga. “ Nanti kamu Tut kerja di pabrik, kalo lagi gak ada shiftnya
bantu-bantu di warteg” – Kata Tuti sambil menirukan perkataan Ari Saudaranya.
Akhirnya dengan berani Tuti mau mencoba
bekerja dijakarta dengan harapan dapat berhasil dan membawa hasil yang banyak
saat kembali ke kampung. .sesampainya di Jakarta Tuti bekerja membantu usaha
warung tegal milik keluarga sebagai tukang masak, sambil menunggu pekerjaan
sebagai buruh pabrik. “kebetulan wartegnya buka disebelah pabrik jadi kalau
kerja deket.” Tambah Tuti tersenyum.
Setelah cukup lama Tuti bekerja diwarung
tegal, Tuti mendapat kesempatan untuk bekerja di pabrik, menjadi buruh di
pabrik tersebut, namun dengan perjanjian kerja kontrak selama tiga bulan. .Setelah
tiga bulan, Tuti tidak diperpanjang kontraknya sebagai buruh pabrik. “ Namanya
juga orang kampung ijasah SD doang, mungkin aja kali makanya enggak
diperpanjang kontraknya,”- Ujar Tuti Pasrah.
Selesai, bekerja sebagai buruh Tuti mau bekerja di Warung
Tegal usaha keluarga, namun karena ada sedikit masalah keluarga yang cukup
keruh, yang akhirnya membuat Tuti memutuskan untuk mencari pekerjaan lain dan
tidak bekerja lagi di warung tegal tersebut.
Teringat dengan sang Suami dikampung yang berprofesi sebagai
penjual es kelapa, Tuti mencoba peruntungannya dalam menjual es kelapa. Namun
sayang, usaha Tuti tidak berlangsung lama, karena kurang laku es kelapa
tersebut.”Enggak balik modal, udah modalnya pinjem sama orang dikampung,
modalpun habis,” kata Ibu dari satu orang anak ini.
Akhirnya setelah beberapa bulan
mengganggur, Tuti berpikiran untuk balik kekampung dan meneruskan membantu
suami berjualan es kelapa. “ Pengennya pulang aja kekampung, dikota udah enggak
ada yang bisa dikerjain, tapi saya kalau pulang malu enggak bawa apa-apa. Orang
dikampung kalau denger ada yang mau ke jakarta pasti pada mikir kalau pulang
pasti bawa uang banyak,” Ujar wanita yang masih sangat khas logat jawa
tegalnya.
Akhirnya
setelah beberapa bulan mengganggur, akhirnya Tuti ditawari pekerjaan sebagai
pembantu rumah tangga oleh Saudaranya Ari , yang membawa Tuti ke Jakarta.
Kebetulan ada rumah yang sedang membutuhkan pembantu, lalu menanyakan kepada
Ari yang sehari-hari bekerja sebagai tukang sampah. Lalu Ari mencoba menawarkan
kedapa Tuti, Akhirnya, Tuti menerima pekerjaan tersebut, sudah hampir dua tahun
Tuti bekerja sebagai pembantu rumah tangga di kediaman tersebut. “daripada
enggak ada kerjaan, dikampung juga enggak ngapa-ngapain mendingan kerja begini,
lumayan udah bisa kredit motor dikampung hehe ” ujar Tuti tertawa.
0 komentar:
Posting Komentar